BELAJAR PADA MURAI

Apa yang kita tabur, itulah yang kita tuai. Kita tidak dapat berpangku tangan dan berdoa meminta Tuhan menurunkan berkat-Nya dari langit secara ajaib. Ada bagian yang harus kita kerjakan dan Tuhan akan mengerjakan bagian-Nya

Burung-burung yang beterbangan secara liar memang tidak menabur dan menuai. Namun, pemeliharaan Tuhan terus mereka alami, sebab mereka bekerja keras sepanjang hari. Sebuah penelitian terhadap aktivitas kehidupan burung menemukan fakta bahwa burung murai, sebagai contoh, setiap hari bangun dini hari pukul 2.30 dan mencari makan hingga larut pukul 21.30. Jadi, setiap hari mereka bekerja selama 19 jam. Tak cuma itu. Burung murai bolak-balik ke sarangnya hingga sekitar 200 kali sehari, demi memberi makan anak-anaknya. 
Berapa lama kita bekerja dalam sehari? Apa yang kita tabur, itulah yang kita tuai. Kita tidak dapat berpangku tangan dan berdoa meminta Tuhan menurunkan berkat-Nya dari langit secara ajaib. Ada bagian yang harus kita kerjakan dan Tuhan akan mengerjakan bagian-Nya. Semangat dan keuletan burung murai justru menjadi teladan indah bagi kita. Diam berpangku tangan dan tidak melakukan apa-apa hanya mendatangkan kesia-siaan. Namun, ketika kita berusaha, maka berkat Allah akan mengikuti kita. 

Yang penting adalah, sekeras apa pun kita berusaha memenuhi kebutuhan, kita mesti selalu mendahulukan Kerajaan Allah dan kebenarannya, mendahulukan nilai-nilai kekudusan dan kebenaran yang Allah tetapkan, melandasi setiap karya dan kerja dengan kasih, dan sebagainya. Sebab justru di situlah kunci berkat itu berada. Ketika Dia menjadi yang utama, maka pemeliharaan-Nya akan ditambahkan dengan murah hati kepada kita. Sebab ketika kita ada di jalan-Nya, apa pun yang kita usahakan pasti akan Dia berkati.

ARTKEL TERKAIT



1 komentar:

Unknown mengatakan...

Tentang gunung Kong-beng... Saya kira sudah banyak kemajuan dlm informasi ttg gunung ini di pedalaman Kalimantan, ternyata sangat kurang sekali... Bagaimana bisa begitu?... Saya pernah kunjungi tempat ini pd tahun 1961... Kami mampir di sebuah desa terdekat di tepi sungai Tabang utk bermalam sebelum esok harinya berjalan ke lokasi... Masyarakat Dayak di kampung tsb mengadakan upacara dan menari semalaman agar rombongan kami selamat karena menurut mereka G.Kong Beng sangat angker... Esok harinya rombongan baru start, dan setelah berjalan di hutan belantara selama l.k. 7 (tujuh) jam, maka rombongan pun tibalah di lokasi... Kami membuat tempat utk tidur dari batang2 pohon dan daun2an... Esok harinya, kami mulai memasuki gua yg gelap, dan merasakan dasar gua yg empuk krn penuh dengan kotoran kelelawar yg ribuan jumlahnya... Kami temukan disana banyak patung2 dari batu yg mirip dgn patung2 yg ada pd candi2 di Jawa. Seperti PrajnaParamitha, Hanuman, dll. Hanya saja kualitas pahatannya tidak sebagus yg di Jawa... Bagaimana bisa sampai disini, wallahuallam... Sedikit catatan ttg Legenda yg anda tulis bhw Kong adalah "nenek". Ini berbeda dgn yg aku dengar kala itu. Gunung kapur ini berada disitu se-akan2 diletakkan begitu saja, karena lingkungan sekitarnya relatif rata tapi tiba2 ada gunung yg menjulang sehingga terasa aneh... Maka dari itu dinamakan Kong Beng. Kong bahasa dayak berarti "gunung", dan beng adalah sebutan utk "ransel berburu orang dayak yg terbuat dari rotan"... Itu saja yg saya ingat... wassalam... /sbimo...

Template by - PongkyToding